Peran Inggris dalam kancah percaturan politik dunia, dari sejak Atlantic Charter, Konferensi Yalta hingga Konferensi Postdam, merupakan salah satu pelopor blok Sekutu, bahkan telah menempatkan diri sebagai kelompok Tiga Besar. Setelah dapat mengalahkan Nazi Jerman, Fasis Italia dan Kekaisaran Jepang, Sekutu (termasuk peran utama Inggris di dalamnya), menyatakan sebagai Pemenang Perang Dunia II.
Tentara Inggris yang mendarat di Indonesia pada tanggal 30 September 1945, berperan sebagai AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies – Pasukan Sekutu Hindia Belanda), mengemban Misi Internasional Sekutu dalam hal:
- Pelucutan senjata dan pemulangan tentara Jepang;
- Pengiriman perbekalan dan pemulangan APWI (Allied Prisoners of War and Interneers - Tawanan Perang dan Interniran Sekutu).
Akan tetapi, kondisi di Indonesia, tidak sama dengan Negara-negara Asia lainnya. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan Misi Internasional, AFNEI mendapat kendala, sehubungan:
- Persenjataan Militer Jepang telah dilucuti oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) serta laskar-laskar perjuangan rakyat Indonesia.
- Tawanan perang dan interniran (APWI), otomatis sudah berada dalam pengawasan kekuasaan Pemerintah Republik Indonesia.
Selain itu, Pemerintah Kerajaan Inggris dibebani kesepakatan Civil Affairs Agreement dengan Pemerintah Kerajaan Belanda, yang menjanjikan “Akan membantu Belanda dalam upaya mengembalikan kekuasaannya di wilayah bekas Hindia Belanda (Indonesia)”.
Kedatangan pasukan AFNEI, oleh bangsa Indonesia, mulanya disambut dengan baik. Tetapi, setelah diketahui menggendong NICA (Netherlands Indies Civil Administration – Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) dibelakangnya, bangsa Indonesia mulai curiga dan merasa antipati terhadap tentara Inggris.
Kecurigaan, ketidak-percayaan, rasa antipati, memuncak menjadi kebencian terhadap Inggris yang berbendera AFNEI dan mengatas-namakan Sekutu. Kebencian itu diwujudkan oleh peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.
Walaupun ribuan TKR dan pejuang-pejuang rakyat Surabaya banyak yang menjadi korban, akan tetapi Sekutu, telah mendapatkan pelajaran yang berarti dari bangsa Indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya.
Beban lain yang disandang oleh Tentara Inggris di Indonesia, adalah harus membayar mahal tentara India (sebelum Pakistan memisahkan diri) dan Nepal. Pemerintah Inggris seringkali mendapat kritikan pedas dari pihak pejuang kemerdekaan India, Nehru dan kawan-kawan.
Yogyakarta sudah dijadikan Pusat Pemerintahan Republik Indonesia. Dr. van Mook sebagai pimpinan NICA, membujuk Inggris, agar AFNEI (Sekutu) memusatkan kekuatan militernya di Jawa Barat (termauk Batavia di dalamnya).
Maka Misi Internasional AFNEI dimulai di Jawa Barat, dengan mengirimkan perbekalan dari Jakarta untuk APWI Bandung, menggunakan kereta api melalui jalur Cikampek. Diluar perkiraan, kereta api perbekalan APWI yang dikawal oleh belasan tentara Gurkha Rifles, dihadang dan diserang oleh Resimen TKR Cikampek pimpinan Letnan Kolonel Mufreini Moe’min. tentara Gurkha Rifles pengawal, dibinasakan. Perbekalan APWI, disita. Sehingga AFNEI (Sekutu) menderita kerugian.
Oleh momentum Cikampek. Markas Besar AFNEI Jakarta, mengajak berunding kepada Pimpinan Pemerintahan Perdana Menteri Sutan Syahrir. Perundingan dilaksanakan oleh Brigadir I.C.A. Lauder dan Wakil Menteri Luar Negeri Haji Agoes Salim. Disepakati, dalam melaksanakan Misi Internasional-nya, akan mengikut-sertakan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Pada pelaksanaannya, AFNEI (Sekutu) terbujuk oleh NICA. Ketika mengirimkan perbekalan untuk APWI Bandung, melalui rute Bogor-Sukabumi-Cianjur, sama sekali tidak melibatkan pihak TKR.
Melihat kenyataan seperti itu, Perdana Menteri Sutan Syahrir mengadakan koordinasi dengan Komandemen TKR Jawa Barat, juga dengan Walikotapraja Sukabumi. Disepakati bersama, konvoy-konvoy AFNEI (Sekutu), harus dihadang, diganggu dan diserang.
Untuk tugas tersebut, operasionalnya diserahkan kepada Resimen III TKR Sukabumi, pimpinan Letnan Kolonel Eddie Soekardi. Setelah mengadakan konsolidasi dengan Walikotapraja Sukabumi dan Badan-Badan Perjuangan Rakyat Sukabumi, maka Letnan Kolonel Eddie Soekardi mengadakan persiapan-persiapan, taktik dan strategi militer yang cermat.
Maka terjadilah peristiwa Pertempuran Konvoy pada tanggal 9-12 Desember 1945, di sepanjang 81 kilometer herdislokasi jalan raya Cigombong Bogor, Sukabumi, sampai di Ciranjang Cianjur. Pihak sekutu mendapat pelajaran keras dari jajaran Resimen III TKR Sukabumi, sehingga pihak tentara Inggris menderita kerugian moral maupun material. Satuan tentara Batalyon Jats yang mengawal konvoy perbekalan APWI, dibuat tidak berdaya, diserang di setiap posisi herdislokasi Resimen III TKR Sukabumi. Sampai pihak Tentara Inggris mengerahkan armada tempur udara RAF (Royal Air Force) yang membombardir Cibadak. Pemborbardiran ini merupakan serangan udara terbesar selama Sekutu berada di Pulau Jawa. Tetapi pihak Resimen III TKR Sukabumi, sudah terlebih dahulu mengungsikan sebagian penduduk Cibadak, sehingga korban sangat minim.
Dari Bandung, AFNEI (Sekutu) mengerahkan konvoy balabantuan, yang terdiri dari satuan tentara “Jago Tempur” Batalyon Gurkha Rifles. Tetapi Jago Tempur andalan Inggris itu, dibuat kalang-kabut oleh serangan pasukan TKR Batalyon III pimpinan Kapten Anwar, yang menghadang dan mengganggunya di sepanjang herdislokasi tepian jalan raya Ciranjang sampai Gekbrong.
Untuk menyelamatkan konvoy Batalyon Jats dan Gurkha Rifles, dengan sangat terpaksa, pihak Markas Besar AFNEI (Sekutu) Jakarta, menurunkan juru runding: Mayor Rawin Singh. Memohon agar konvoy Batalyon Jats dan Gurkha Rifles diijinkan kembali untuk meneruskan perjalanan ke kota Bandung.
Akibat peristiwa yang dideritanya, Pemerintah Kerajaan Inggris mendapat kecaman dari pihak keluarga tentara dan pers Internasional, yang sempat menghebohkan pihak Parlemen Inggris.
Tentara Inggris sebagai AFNEI, terpaksa mengakui ketidakmampuannya untuk menjalankan Misi Internasional yang ditugaskan oleh Sekutu. Mereka kembali kepada hakikat kesepakatan Konferensi Postdam. Meminta bantuan kepada Pemerintah Republik Indonesia, serta menyatakan kesediaan, untuk mengalih-tugaskan Misi Internasional kepada pihak TKR.
Pihak AFNEI menginginkan pelaksanaan kerjasama Misi Internasional itu, untuk pertama kalinya, dilaksanakan di wilayah Jawa Barat. Sebagai bukti kesungguhannya, Komandemen TKR Jawa Barat yang bekerjasama dengan Kantor Penghubung TKR Jakarta, dapat melaksanakan Misi Internasional Sekutu, mengawal perbekalan APWI Bandung, berhasil dengan baik.
Hikmah dari Pertempuran Konvoy tanggal 9-12 Desember 1945 di Bogor, Sukabumi dan Cianjur, Republik Indonesia secara tidak langsung telah mendapatkan pengakuan (de facto) dari pihak Sekutu, yang menggugah dunia Internasional.
Sumber:
Pertempuran Konvoy Sukabumi - Cianjur 1945 - 1946
Disusun oleh: Drs. Yoseph Iskandar, Drs. Dedi Kusnadi, Drs. Jajang Suryani
Penerbit: PT. SUKARDI LTD. (Buku bisa didapatkan di Museum Palagan Bojongkokosan)
CATATAN:
Anda dipersilahkan untuk meng-copy artikel ini ke blog Anda, selama Anda mencantumkan LINK ke post ini atau ke http://luhung.web.id
aduuuhhh... mana tombol like- na??? hayang like teu bisa ;-(
ReplyDeletehahaha, bener oge kang, tuh tos ditambahan tombol Like dihandapeun judul :D
DeleteNah, bagus nih sudah ditulis di blog...
ReplyDeleteKeep blogging, keep sharing...